Wednesday, February 28, 2007

Tafsir Cinta (2)

Di Persimpangan Jalan Entah Ke-2

Aku disini

Angin kecil mengayun kerinduan tentangmu

Terlihat wajah bercahaya menguak rindu dipesisir hatiku

Satu senyum kucuri dikejauhan kusimpan dalam hati

Mata yang indah penuh tandatanya

Mungkinkah kau lempar sapa tulus menjahit resah kerapuhan

yang membelit palung jiwa yang kini berserakan

sampai aku tak sanggup lagi menahan rindu

Disini ditemani sunyi penuh

bercumbu bayangmu pada pesona

sampai langit jiwa retak

lalu kucoba tafsir remang tentang perasaan

oleh ketulusan yang sedikit tersisa

aku yang jauh darimu

tapi aku dekat dengan cintamu

padamu disini aku penuh


Dipersimpangan jalan diujung hati perempuan itu, disana burung gereja belajar bernyanyi diatas genting hati, dia duduk bersama angin kecil membawa lagu tentang keindahan perasaan pada hidup yang terlalu pagi untuk dihinggapi, hari senyumilah burung itu sebagai tepuk tangan dengan hati yang lebih jeli yang sekarang belajar terbang menari bernyanyi bersama ayat-ayat rindunya, seperti puisi dan alunan musik biola yang menyat perih perasaanku.


Disana diujung do’a, warna warni pelangi dimusim hujan dipelihara asmara bersama mimpi dimusim kelam menghitam. Kucoba menyelusup ranah hatimu yang terjauh sampai kutiup seruling jiwa dengan kegugupan untuk tenangkan sepiku darimu. Dihamparan dadamu kuingin terus-menerus diam menyelinap kedasar tebing kalbu, bersama iringan lenting tinggi suara hati, jiwa penuh kesungguhan penuh keindahan tampa hayal dan bayang-bayangmu.


Dipangkuanmu aku ingin menangiskan semua rindu dipelukanmu aku ingin bercerita tentang jiwa yang resah memasrah tentang semua yang mengendap didada, aku ingin hijrah kepangkuan kalbumu, sambutlah kehampaan hatiku dan buka lebar jendela hati untuk aku berpijak dalam cinta dengan ketulusan dan ijinkanlah aku menari ditengah panggung dan iringi aku dengan irama musik cintamu agar tak sepi hidupku.

Aku yang

Kini kugantungkan rinduku

Padamu sambil merayap kucoba selami lautan kasihmu

Semoga tak kelam

Kini kucoba walu luka dan nyeri menguliti diriku sendiri

Dirimu adalah jiwamu

Yang sulit kutafsir seperti bebatuan malam

Yang menggantung dalam palung jiwaku

Sampai saraf dadaku mengejah kembali

Tentang asmara dibalik cintamu


Kau yang hingap, aku yang bergulat dengan andai-andai yang kini menjamah renung, memikir tentang entah yang kini bergetar, takbisa kulempar, bayangmu yang kini telah hinggap menjarah rimba batinku


ke-elokan wajahmu memancarkan cahaya terindah menyerang menyambuk, mendera hamparan dada yang kini disesaki dengan harapan yang bergantung seperti do’a yang takterkabul, dimalam kelam ayat-ayat harapan hanya berbuah air mata dingin yang sepi, yang sendiri, aku terpojok dalam sejarh hati seperti sampah disut-sudut malam ditemani remang cahaya lampu kelam dengan suara lenting tinggi jangkrik menghibur disaat sekarat rindu yang semakin merobek- robek.


Aku bersama malam membisu membatu, terhimpit rasa nyeri tapi aku tetap akan berusaha melukis bayangmu menjadi serpihan-serpihan kalimat, seperti nadi tersusun rapi disekujur bungkusan tubuh, ruangan kamar yang sesak dipenuhi tulisan-tulisan dengan tinta air mata sepiku yang kini didayung cintamu sampai resah menjemput, memahat kesungguhan dan tenggelam dilautan cintamu yang kini dibanjiri jeritan pilu, mengaduh-ngaduh seperti suara anak kecil yang tertusuk duri, anak kecil itu aku, dan duri itu harapanku padamu,


perempuan itu dirimu, kehadiran bayangmu adalah sebuah kompas petunjuk arah untuk aku berkiblat padamu, yang kini kupuja dengan panji-panji, syair-syair hasrat, melekat seperti ayat, doa, menempel kesungguhan kepasrahan keiklasan memanjat tangga iman agar tidak tersesat lagi diranah cinta yang selalu menyakitkan.


Kini aku menggugat pada tuhan, tuhan itu adalah dirimu sekarang dan kini aku tersesat kedalam jalanmu dipersimpangan sejarah hatiku, kau mengelakan kesungguhan do’a-do’a yang kini kusandarkan kepadamu, MENGAPA haya itu gugatanku yang kulempar kepada yang esa, setiap detik aku mencoba merayap dengan ketabahan, tapi sampai manakah ketabahan ini berhenti. Ketabahan di kejauhan kalbu, sampai aku pasrah dan, kata entah yang kini menyimpan lelah, harap, cemas cintamu.


Taukah kau, seandainya perasaan ini dapat bicara kan aku ucap padamu dengan beribu kesungguhan tentang aku yang mencintai mengharap sapa terindah dari kau pujan, aku yang kini, disini, sendiri bersama padatnya malam berbicara tentang nyeri perih rintih pada sepi yang menyambut sunyi menaburkan air mata dingin, sedingin hatimu kepadaku, dan harapanku kini hayalah mimipi-mimipi digelap yeng terlelap dikubur ditutup disembunyikan dibalik pikiranmu, menjadi kehancuran disisi senyummu, dipersimpangan tangisku pada detik memburu waktu semu, bisu, sepi, tuli, membuta, sedih, teramat sangat, taukah kau untuk mengobati piluku yang teramat ini harus dengan ukiran tulusmu, hanya satu yang kini dapat meluruskan sesatku, dirimu.

Kau sangat berharga

Satu bintang berkelip cahaya

Bersinar kearah bumi mati

Kutatap matamu, sorotnya kearah hati

Dada ini, bagaikan merapi berhaburan kawah panas

Diriku sesak, penuh dengan harap pada kerinduan yang mati

Yang menunggu terbelenggu

Diriku kini memusat pada arahmu

Tapi tak ada lagi selain berusaha

Mendongkrak perlahan dirimu yang membatu

Dengan doa dan ayat-ayat cinta

Demi kesungguhan

Aku menyukaimu penuh


Aku diam, aku menjerit disini tak ada yang mendengar aku harus tetap berjalan dengan sisa-sisa dera, kemana lagi kaki kutuju bumi kupijak langit aku jung-jung. Mata, kemana lagi kau memandang sapa dan senyum? kemana lagi harus aku lempar pikirku, yang kini hanya retak-retak bergurat dan lisan menjadi tulisan meninggalkan lidah yang berpesan mewakili sekujur tubuh merapuh lelah..................

Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sekarang, aku yang dituntut membisu hanya bisa bersandar pada kerapuhanku sendiri. Maafkan aku menyayangimu, maafkan aku ingin mencintaimu sederhana, sesederhana aku menyayangi mencintai ibuku.

Sebersit senyum

Senyummu penghargaan terindah

Senyummu membuat rindu meresah

Senyummu diam dihatiku

Senyummu terjaga selalu

Senyummu semoga menyatukan diriku dan dirimu

Senyummu menjadi detik-detik yang kutunggu

Senyummu kehangatan jiwaku

Senyummu kuharap selalu

Bandung 30-11-2006

No comments:

 
@Copyright © 2007 `Anu Sok Ngoprek` PKPII Design by Boelldzh
sported by PKPII (Paguyuban Kader Pelajar Islam Indonesia) Bandung Raya
email; ekspiibdg[ET]gmail[DOT]com