Aku disini
Angin kecil mengayun kerinduan tentangmu
Terlihat wajah bercahaya menguak rindu dipesisir hatiku
Satu senyum kucuri dikejauhan kusimpan dalam hati
Mata yang indah penuh tandatanya
Mungkinkah kau lempar sapa tulus menjahit resah kerapuhan
yang membelit palung jiwa yang kini berserakan
sampai aku tak sanggup lagi menahan rindu
Disini ditemani sunyi penuh
bercumbu bayangmu pada pesona
sampai langit jiwa retak
lalu kucoba tafsir remang tentang perasaan
oleh ketulusan yang sedikit tersisa
aku yang jauh darimu
tapi aku dekat dengan cintamu
padamu disini aku penuh
Dipersimpangan jalan diujung hati perempuan itu, disana burung gereja belajar bernyanyi diatas genting hati, dia duduk bersama angin kecil membawa lagu tentang keindahan perasaan pada hidup yang terlalu pagi untuk dihinggapi, hari senyumilah burung itu sebagai tepuk tangan dengan hati yang lebih jeli yang sekarang belajar terbang menari bernyanyi bersama ayat-ayat rindunya, seperti puisi dan alunan musik biola yang menyat perih perasaanku.
Disana diujung do’a, warna warni pelangi dimusim hujan dipelihara asmara bersama mimpi dimusim kelam menghitam. Kucoba menyelusup ranah hatimu yang terjauh sampai kutiup seruling jiwa dengan kegugupan untuk tenangkan sepiku darimu. Dihamparan dadamu kuingin terus-menerus diam menyelinap kedasar tebing kalbu, bersama iringan lenting tinggi suara hati, jiwa penuh kesungguhan penuh keindahan tampa hayal dan bayang-bayangmu.
Dipangkuanmu aku ingin menangiskan semua rindu dipelukanmu aku ingin bercerita tentang jiwa yang resah memasrah tentang semua yang mengendap didada, aku ingin hijrah kepangkuan kalbumu, sambutlah kehampaan hatiku dan buka lebar jendela hati untuk aku berpijak dalam cinta dengan ketulusan dan ijinkanlah aku menari ditengah panggung dan iringi aku dengan irama musik cintamu agar tak sepi hidupku.
Aku yang
Kini kugantungkan rinduku
Padamu sambil merayap kucoba selami lautan kasihmu
Semoga tak kelam
Kini kucoba walu luka dan nyeri menguliti diriku sendiri
Dirimu adalah jiwamu
Yang sulit kutafsir seperti bebatuan malam
Yang menggantung dalam palung jiwaku
Sampai saraf dadaku mengejah kembali
Tentang asmara dibalik cintamu
Kau yang hingap, aku yang bergulat dengan andai-andai yang kini menjamah renung, memikir tentang entah yang kini bergetar, takbisa kulempar, bayangmu yang kini telah hinggap menjarah rimba batinku
ke-elokan wajahmu memancarkan cahaya terindah menyerang menyambuk, mendera hamparan dada yang kini disesaki dengan harapan yang bergantung seperti do’a yang takterkabul, dimalam kelam ayat-ayat harapan hanya berbuah air mata dingin yang sepi, yang sendiri, aku terpojok dalam sejarh hati seperti sampah disut-sudut malam ditemani remang cahaya lampu kelam dengan suara lenting tinggi jangkrik menghibur disaat sekarat rindu yang semakin merobek- robek.
Aku bersama malam membisu membatu, terhimpit rasa nyeri tapi aku tetap akan berusaha melukis bayangmu menjadi serpihan-serpihan kalimat, seperti nadi tersusun rapi disekujur bungkusan tubuh, ruangan kamar yang sesak dipenuhi tulisan-tulisan dengan tinta air mata sepiku yang kini didayung cintamu sampai resah menjemput, memahat kesungguhan dan tenggelam dilautan cintamu yang kini dibanjiri jeritan pilu, mengaduh-ngaduh seperti suara anak kecil yang tertusuk duri, anak kecil itu aku, dan duri itu harapanku padamu,
perempuan itu dirimu, kehadiran bayangmu adalah sebuah kompas petunjuk arah untuk aku berkiblat padamu, yang kini kupuja dengan panji-panji, syair-syair hasrat, melekat seperti ayat, doa, menempel kesungguhan kepasrahan keiklasan memanjat tangga iman agar tidak tersesat lagi diranah cinta yang selalu menyakitkan.
Kini aku menggugat pada tuhan, tuhan itu adalah dirimu sekarang dan kini aku tersesat kedalam jalanmu dipersimpangan sejarah hatiku, kau mengelakan kesungguhan do’a-do’a yang kini kusandarkan kepadamu, MENGAPA haya itu gugatanku yang kulempar kepada yang esa, setiap detik aku mencoba merayap dengan ketabahan, tapi sampai manakah ketabahan ini berhenti. Ketabahan di kejauhan kalbu, sampai aku pasrah dan, kata entah yang kini menyimpan lelah, harap, cemas cintamu.
Taukah kau, seandainya perasaan ini dapat bicara kan aku ucap padamu dengan beribu kesungguhan tentang aku yang mencintai mengharap sapa terindah dari kau pujan, aku yang kini, disini, sendiri bersama padatnya malam berbicara tentang nyeri perih rintih pada sepi yang menyambut sunyi menaburkan air mata dingin, sedingin hatimu kepadaku, dan harapanku kini hayalah mimipi-mimipi digelap yeng terlelap dikubur ditutup disembunyikan dibalik pikiranmu, menjadi kehancuran disisi senyummu, dipersimpangan tangisku pada detik memburu waktu semu, bisu, sepi, tuli, membuta, sedih, teramat sangat, taukah kau untuk mengobati piluku yang teramat ini harus dengan ukiran tulusmu, hanya satu yang kini dapat meluruskan sesatku, dirimu.
Kau sangat berharga
Satu bintang berkelip cahaya
Bersinar kearah bumi mati
Kutatap matamu, sorotnya kearah hati
Dada ini, bagaikan merapi berhaburan kawah panas
Diriku sesak, penuh dengan harap pada kerinduan yang mati
Yang menunggu terbelenggu
Diriku kini memusat pada arahmu
Tapi tak ada lagi selain berusaha
Mendongkrak perlahan dirimu yang membatu
Dengan doa dan ayat-ayat cinta
Demi kesungguhan
Aku menyukaimu penuh
Aku diam, aku menjerit disini tak ada yang mendengar aku harus tetap berjalan dengan sisa-sisa dera, kemana lagi kaki kutuju bumi kupijak langit aku jung-jung. Mata, kemana lagi kau memandang sapa dan senyum? kemana lagi harus aku lempar pikirku, yang kini hanya retak-retak bergurat dan lisan menjadi tulisan meninggalkan lidah yang berpesan mewakili sekujur tubuh merapuh lelah..................
Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sekarang, aku yang dituntut membisu hanya bisa bersandar pada kerapuhanku sendiri. Maafkan aku menyayangimu, maafkan aku ingin mencintaimu sederhana, sesederhana aku menyayangi mencintai ibuku.
Sebersit senyum
Senyummu penghargaan terindah
Senyummu membuat rindu meresah
Senyummu diam dihatiku
Senyummu terjaga selalu
Senyummu semoga menyatukan diriku dan dirimu
Senyummu menjadi detik-detik yang kutunggu
Senyummu kehangatan jiwaku
Senyummu kuharap selalu
No comments:
Post a Comment