Wednesday, February 28, 2007

Tafsir Cinta (4)

Sampai Mana Entah Ke-4

Kau biaskan aku, Pada jejak-jejak perjalanan ini, separuh hari kulacurkan hanya untuk menunggu sebersit senyummu yang terkadang tak kujumpai setiap hari, sebab kenyataan membukus pedih, cemas menggumpal, dalam hamparan dada yang sesak karena badai, badai cintamu, kini bayang-bayang membelit jiwa sampai tersesat keranah mimpi paling jauh dilelap tidurku.

Mengapa cahaya kejujuran, mengusap-ngusap halus auramu, yang terpancar terasa indah untuk kusapa perlahan, walau air mata menetes buah dari rasa nyeriku, asal jangan menggores pedih melukaimu, walau sedikitpun.

Aku disini bias, tercengang, tak bisa suguhkan seucap kata-kata sapa langsung padamu, maaf, harus kau ketahui bukan kerena aku melu, benci, atau sebagainya, tapi saking aku menahan rindu dan rasa cinta ini yang teramat sangat, aku hanya bisa menahan keremukan hati yang dipaku dipalu, Oleh senyumu.

Aku kini, entahlah……………………………………………………………………………..?

Wahai Entah

Wahai__

Aku di sini, dikelilingi seurai bayang,

Tentangmu. AKU…

Kini, kalut menyelimuti pikir

Berbuah patahan-patahan kata luka

Entah.

Tentangmu…aku…patah arah

Wahai____

Masih tatap kusandarkan,

Tentang rindu walau bias dan abu,

Aku, semakin semu kelabu

Mencoba Berkiblat,

padamu terlelap menancap lelah

Wahai_______

Tetaplah disana,

Dengan tegasmu, buang tulusku

Pada tong sampah resah.

Wahai__________

Tetaplah disana,

Jangan toleh aku, yang semakin sakit parah

Harus kau tau,

Sakit ini bukan karenamu…

Tapi separuh sebab meguak tulus dalam jiwa

Wahai______________

Bukan karenamu, aku…gila,

Tapi, kerena perasaan tulus padamu, membuatku lebih gila.

Puisi Entah

Resah semakin membelit

Harapan menggantung pada entah

Kulihat kau…

Dan, langit seakan dekat

Lalu purnama berbisik,

Tentang retaknya langit ditambal mendung___

Kelam seperti cinta yang kuraba, kurasa.

Padat hati ini, semakin sesak oleh rintihan-rintihan kecil tentangmu, bias, sangat bias, jauh kutatap jauh,

Dihilir perasaan hening, dingin, mencekam nadi-nadi,

Sampai air mata kering, mengendap,

Menjadi lumut-lumut penantian. Entah ber__akhir kapan?...

Aku Entahkan Doa

Sehelai doa dipersimpangan jalan

Menjadi setumpuk sampah busuk

Dipandang enggan, cemas, lesu, penuh beban.

Seraut beban itu jujur, menjadi coretan-coretan malam

Menjadi sesajen diatas altar kebisuan

Menjadi ujung dilabirin keheningan

Tetap menggantung dilangit harapan

Bandung 15-12-2006

No comments:

 
@Copyright © 2007 `Anu Sok Ngoprek` PKPII Design by Boelldzh
sported by PKPII (Paguyuban Kader Pelajar Islam Indonesia) Bandung Raya
email; ekspiibdg[ET]gmail[DOT]com