Sampai Mana Entah Ke-4
Kau biaskan aku, Pada jejak-jejak perjalanan ini, separuh hari kulacurkan hanya untuk menunggu sebersit senyummu yang terkadang tak kujumpai setiap hari, sebab kenyataan membukus pedih, cemas menggumpal, dalam hamparan dada yang sesak karena badai, badai cintamu, kini bayang-bayang membelit jiwa sampai tersesat keranah mimpi paling jauh dilelap tidurku.
Mengapa cahaya kejujuran, mengusap-ngusap halus auramu, yang terpancar terasa indah untuk kusapa perlahan, walau air mata menetes buah dari rasa nyeriku, asal jangan menggores pedih melukaimu, walau sedikitpun.
Aku disini bias, tercengang, tak bisa suguhkan seucap kata-kata sapa langsung padamu, maaf, harus kau ketahui bukan kerena aku melu, benci, atau sebagainya, tapi saking aku menahan rindu dan rasa cinta ini yang teramat sangat, aku hanya bisa menahan keremukan hati yang dipaku dipalu, Oleh senyumu.
Aku kini, entahlah……………………………………………………………………………..?
Wahai Entah
Wahai__
Aku di sini, dikelilingi seurai bayang,
Tentangmu. AKU…
Kini, kalut menyelimuti pikir
Berbuah patahan-patahan kata luka
Entah.
Tentangmu…aku…patah arah
Wahai____
Masih tatap kusandarkan,
Tentang rindu walau bias dan abu,
Aku, semakin semu kelabu
Mencoba Berkiblat,
padamu terlelap menancap lelah
Wahai_______
Tetaplah disana,
Dengan tegasmu, buang tulusku
Pada tong sampah resah.
Wahai__________
Tetaplah disana,
Jangan toleh aku, yang semakin sakit parah
Harus kau tau,
Sakit ini bukan karenamu…
Tapi separuh sebab meguak tulus dalam jiwa
Wahai______________
Bukan karenamu, aku…gila,
Tapi, kerena perasaan tulus padamu, membuatku lebih gila.
Puisi Entah
Resah semakin membelit
Harapan menggantung pada entah
Kulihat kau…
Dan, langit seakan dekat
Lalu purnama berbisik,
Tentang retaknya langit ditambal mendung___
Kelam seperti cinta yang kuraba, kurasa.
Padat hati ini, semakin sesak oleh rintihan-rintihan kecil tentangmu, bias, sangat bias, jauh kutatap jauh,
Dihilir perasaan hening, dingin, mencekam nadi-nadi,
Sampai air mata kering, mengendap,
Menjadi lumut-lumut penantian. Entah ber__akhir kapan?...
Aku Entahkan Doa
Sehelai doa dipersimpangan jalan
Menjadi setumpuk sampah busuk
Dipandang enggan, cemas, lesu, penuh beban.
Seraut beban itu jujur, menjadi coretan-coretan malam
Menjadi sesajen diatas altar kebisuan
Menjadi ujung dilabirin keheningan
Tetap menggantung dilangit harapan
No comments:
Post a Comment